Jumat, 07 September 2018

Memahami Badal Haji



Madinah Indah Wisata Tempatnya Umroh Murah Di JAKARTA

Haji Badal sering menjadi perbincangan di antara para ahli fikih. Ada yang pro sementara yang lain contra.

Bagi mereka yang berpendapat bahwa Haji Badal tidak sah, berpegang pada beberapa ayat Al-Quran. Di antara mereka adalah Surah al-Baqarah ayat 286 ... Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang ia usahakan, dan ia mendapat hukuman (dari kejahatan) yang ia lakukan ...

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, (yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan bahwa seseorang tidak mendapatkan apa pun selain dari apa yang telah ia kerjakan. (QS an-Najm [53]: 38-39).

Sementara bagi mereka yang memungkinkan untuk mengambil argumen dari beberapa hadis otentik tentang badal haji. Antara lain, dari Ibnu Abbas RA bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, Ibuku telah bersumpah untuk pergi haji, tetapi belum sempat pergi sampai aku mati, apakah aku harus menunaikan haji baginya? Rasulullah menjawab, Ya, pergi ke Haji untuknya. Apakah kamu tidak tahu jika ibumu memiliki hutang, apakah kamu akan membayarnya? Bayar utang kepada Tuhan karena utang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayar. (Bukhari).

Dalam hadits lain, seorang wanita dari Khas'am berkata kepada Rasulullah SAW, Ya Rasulullah, memang ayah saya sudah tua, baginya ada kewajiban Allah dalam ziarah, dan dia tidak bisa duduk tegak di belakang seekor unta. Kemudian Nabi SAW berkata, Layanilah dia. (Muslim).

Dewan Tarjih PP Muhammadiyah menjelaskan, ada ulama yang berpendapat bahwa jika tradisi tentang haji bertentangan dengan ayat-ayat Alquran tentang amal seseorang. Pendapat ini didukung oleh para ulama dari kalangan Hanafiyah. Jadi, kalangan ini berpendapat bahwa hukum dalam tradisi ini tidak berlaku.

Sementara itu, ulama lain seperti Ibn Hazm berpendapat bahwa Ahadith memiliki kekuatan qath'i sehingga dapat mengecualikan atau mengkhususkan ayat Al-Qur'an. Pendapat ketiga diungkapkan oleh Muta kal limin ulama, terutama ulama Syafi'iyah, yang mengatakan bahwa hadits pada hari Minggu khususnya hadis Mutawatir dapat menakut-nakuti atau mengecualikan ayat-ayat Al Qur'an.

Berita Terkait
Merdu Suara Azan
Sedekah untuk Orangtua tanpa Izin Suami, Mungkinkah?
Mempertanyakan Campuran dengan Jenis Berlawanan


Oleh karena itu, menurut mereka anak-anak bahkan orang lain dapat melaksanakan haji atas nama orang tua mereka atau orang lain.

Majelis PP Tarjih Muhammadiyah sendiri mengambil pendapat bahwa hadits di atas dapat dipraktekkan karena mereka menjelaskan secara lebih rinci ayat-ayat Al Qur'an. Sehingga seseorang bisa memposting haji untuk orang lain.

Jadi, apakah mereka yang melakukan haji harus meninggalkan negara tempat mereka diganti atau apakah mereka bebas dari mana saja? Jumhur ulama memungkinkan orang yang menggantikan Haji untuk pergi dari negara mana pun. Itu tidak harus berasal dari asal orang yang diganti. Tuhan tahu dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar